[FanFiction | FF] VIXX | Father's Stories | Ken the Clown Daddy
Ken The Clown Daddy a
story by Kyung22
Staring
by
VIXX’s Ken (Lee Jaehwan) & His Daughter Lee Yunhee
Genre
: Family-life,
Comedy, Little bit Sad, AU | Length : One
shoot | Rating : G
Disclaim
& Note :
Cerita
ini milik saya! Dilarang menjiplak cerita ini tanpa izin dari saya! Berkaryalah
dengan otak sendiri!
Kali ini Father’s
Stories milik Lee Jaehwan. Dia adalah ayah yang lucu, tetapi membuat putrinya
malu dan marah.
Jika ada persamaan inspirasi atau alur, itu
hanya kebetulan semata!
Maaf jika ada
kesalahan dalam EYD. Terima kasih para pembaca yang mau meninggalkan jejak!
Summary
:
“Maafkan
aku, Ayah. Jadilah ayahku yang seperti biasanya. Aku tak akan malu dan marah
lagi”
****
Lee Yunhee POV
Hai semua, aku Lee Yunhee. Usiaku 10 tahun. Aku
mempunyai ayah yang menurutku sedikit tidak waras. Mungkin karena hal itu
ayahku gagal dalam pernikahannya. Ibuku bercerai dengan ayah saat aku masih
berumur 8 tahun. Saat itu ibuku berteriak pada ayahku, membentaknya, mungkin
juga mencaci ayahku, tetapi ayahku hanya diam, tak bereaksi apapun. Bukankah
itu tidak normal? Ayahku terus diam, sampai surat cerai ada didepannya, ia tak
berbuat apapun selain menanda tangani surat cerai itu.
Jika disuruh memilih, sebenarnya aku ingin ikut dengan
ibu. Tetapi ibu membiarkanku bersama ayah, jadi apa boleh buat.
Sedikit cerita tentang ayahku. Ia memang ayah yang
baik sebenarnya. Hanya saja ayah adalah pria yang sangat berisik dan
menyebalkan. Ia sangat cerewet dan suka melakukan lelucon yang menurutku sama
sekali tidak menarik. Bagaimana tidak? Ia sering bermain gelembung sabun,
menyanyi keras dengan suara cemprengnya, dan ia sangat suka memeluk dan
menciumku didepan umum. Karena hobinya itu, aku harus menanggung malu ketika
teman-teman mengejekku. Mereka berkata aku anak yang manja, dan mereka juga
berkata jika ayahku aneh.
Ibuku benar, Lee Jaehwan, ayahku itu sangat
menyebalkan. Ia membuatku sedih karena aku harus berpisah dengan ibuku. Ia
membuatku merasa terganggu, dan akhir-akhir ini ia membuatku malu didepan
teman-temanku.
Lee Yunhee POV end
**
“YUNHEE! LEE YUNHEE! AYAH PULANG!”, teriak Jaehwan
saat ia membuka pintu rumahnya. Suaranya sangat nyaring seperti wanita. Jaehwan
melepas sepatunya dan menggantinya dengan sandal kelinci yang sering ia pakai.
Ia tersenyum cerah saat melihat anaknya yang sedang membaca buku diruang tamu.
Jaehwan memasuki rumahnya. Rumah bercat putih dan
berlantai kayu itu mulai hidup dengan kehadiran Jaehwan. Kesepian hilang saat
Jaehwan mengeluarkan suaranya. Rumah itu seperti kembali ‘bernyawa’. Jaehwan
mencopot jas abu-abunya dan melemparnya sembarangan.
“Yunhee, kenapa kau diam saja? Bukankah besok acara
kelulusanmu, sayang? Ayah akan datang dan melihatmu mendapatkan meraih
peringkat pertama. Wah, pasti menyenangkan sekali! Ayah akan sangat bangga.”,
ujar Jaehwan panjang lebar sambil mengambil air minum dari kulkas. Ia meminum
air itu dan kemudian melonggarkan ikatan dasi sutra bewarna merah miliknya.
Jaehwan adalah ayah yang sangat baik. Pekerjaannya setiap
hari adalah mengantarkan anaknya ke sekolah, bekerja, menjemput anaknya,
kembali bekerja dan pulang ke rumah. Diantara semua itu, Jaehwan sangat
menantikan saat ia pulang ke rumahnya. Menghabiskan waktu dengan anaknya adalah
hal yang paling berharga bagi Jaehwan.
“Yunhee, kapan acara itu dimulai, Sayang? Ayah tidak
ingin terlambat dan ingin melihatmu sepanjang acara.”, lanjut Jaehwan. Ia
bertanya pada Yunhee yang terdiam disofa. Didalam benak anak itu, ia berharap
agar ayahnya bisa mengurangi porsi bicaranya. Karena itu mengganggu kegiatan
membaca Yunhee.
“Jam 8, Ayah.”, jawab Yunhee datar.
“APA!? JAM 8!?”, Jaehwan terkejut seketika. Ia
menangkup kedua pipinya dengan tangannya. Tak lupa, ia terkejut dengan suara
cemprengnya. Itu lebih mirip ekspresi terkejut milik ibu-ibu yang berada
di pasar.
“Ya ampun… ayah ada meeting! Tetapi tak apa! Ayah
harus membatalkan meeting itu. Lagipula ayah tidak akan jatuh miskin karena
harus membatalkan satu meeting penting. Ya ‘kan, Yunhee?”, sambung Jaehwan
dengan wajah berserinya. Ia menemukan jalan keluar. Seorang Lee Jaehwan akan
membatalkan meetingnya demi Yunhee, Lee Yunhee yang bisa membuat Jaehwan
mengorbankan segalanya.
“Ah, Lee Yunhee! Ini sudah pukul 10 malam. Kau harus
tidur, Sayang. Ayah akan mengepang rambutmu besok. Kau pasti akan terlihat
sangat cantik. Tentu saja, kau adalah anak dari Lee Jaehwan. Jika ada yang mengataimu bahwa kau jelek, itu berarti ia buta.”, kata Jaehwan panjang lebar. Ia
mendorong pelan anaknya agar masuk kekamarnya. Jaehwan menidurkan anaknya dan
menaikan selimut biru milik Yunhee. Ia juga mengelus rambut panjang anaknya
itu.
“Apa perlu ayah ceritakan sebuah dongeng? Ayah tau kau
susah tidur.”, tawar Jaehwan pada Yunhee.
“Aku sudah besar, Ayah. Aku bisa mendengarkan musik
agar aku tertidur.”, tolak Yunhee pelan. Ia tak tau kenapa ayahnya masih mau
menceritakannya sebuah dongeng. Sebagian besar ayah menolak untuk bercerita
dongeng pada anaknya.
“Ah, baiklah. Apa kau mau ayah nyanyikan? Suara ayahmu
ini sangat indah. Kau harus mendengar—”
“Tidak, Ayah. Bukankah besok ayah harus mengepang
rambutku. Sebaiknya ayah tidur.”, Yunhee memutus kalimat Jaehwan. Ia kembali
menolak. Yunhee takut jika ayahnya akan menyanyi dengan suara cemprengnya. Itu
membuat Yunhee semakin sulit untuk tidur.
Jaehwan pun menuruti anaknya. Ia keluar dari kamar
Yunhee. Sebelumnya ia telah mengucapkan ‘selamat malam’ yang indah serta memberikan goodbye kiss andalannya. Dan jangan lupakan wajah genit Jaehwan ketika melakukan itu
semua. Ekspresinya itu membuat Yunhee semakin berpikir jika ayahnya
benar-benar tidak waras.
Jaehwan menutup pintu kamar Yunhee pelan. Ia tersenyum
lembut.
Tetapi, Jaehwan tidak menuruti Yunhee. Ia tidak tidur.
Jaehwan kembali mengerjakan proyeknya. Kembali ke layar monitor yang menyimpan
dokumen pentingnya. Sejujurnya Jaehwan sudah sangat mengantuk. Ia juga lelah
saat diperjalanan pulangnya, tetapi ketika melihat Yunhee, Jaehwan merasa
semangatnya kembali penuh.
Lee Yunhee telah hadir dikehidupan Jaehwan yang pahit.
Jaehwan adalah anak yang dibesarkan dipanti asuhan. Ia bekerja keras sampai ia
bisa membangun perusahaan besar miliknya saat ini. Hidup tanpa orang tua
membuat Jaehwan tau bagaimana sulitnya hidup sendirian didunia ini. Lee Yunhee
sangat berarti baginya, walaupun Yunhee bukanlah anak kandung Jaehwan.
Jaehwan adalah kawan dari ibu Yunhee yang bernama Park
Yunmi. Yunmi menjadi korban pelecehan seksual saat umurnya baru menginjak 20 tahun. Jaehwan yang
merupakan teman Yunmi sejak kecil mau membantunya, ia menikahi Yunmi walaupun
saat itu ia masih bekerja sebagai penyanyi disebuah kafe. Jaehwan merasa
kasihan pada Yunmi, ia tidak mau anak yang dilahirkan Yunmi akan bernasib sama
seperti dirinya, tidak mempunyai ayah dan ibu.
Ia menjalani pernikahan selama 8 tahun, dan setelah
itu mereka berpisah. Yunmi mencintai orang lain. Yunmi juga menganggap jika
Jaehwan tidak tulus menolongnya, tetapi kenyataannya tidak, Jaehwan sangat
tulus. Hanya saja Jaehwan tidak mencintai Yunmi dan itu membuatnya bingung
bagaimana cara yang benar untuk memperlakukan Yunmi.
Tetapi, Jaehwan berterima kasih pada Yunmi. Ia
diizinkan untuk mengasuh Yunhee, dan membiarkan Yunhee tinggal bersama Jaehwan.
Yunhee seperti cahaya yang menerangi kehidupan Jaehwan yang gelap, seperti
pelangi yang memberi warna bagi hidup Jaehwan yang suram. Maka dari itu,
Jaehwan menganggap Yunhee benar-benar berharga.
**
“Ayah? Ayah, ayo bangun. Ayah harus mengepang
rambutku. Ini sudah jam 7.”, suara Yunhee membangunkan Jaehwan. Lelaki itu
tertidur dimeja kerjanya. Tidur dengan posisi duduk pasti membuat tubuh Jaehwan
terasa sakit. Apalagi baju kerjanya yang belum sempat ia ganti.
“Ah, iya. Yunhee, mandilah. Ayah akan memasakan
sarapan dulu untukmu.”, sahut Jaehwan dengan suara seraknya. Ia mengusap
wajahnya dan melenturkan tubuhnya. Jaehwan pun berjalan menuju dapur dan
memasak untuk dirinya dan Yunhee.
Jaehwan yang sebelumnya adalah lelaki yang tidak bisa
memasak. Semenjak ia berpisah dengan istrinya Jaehwan mulai belajar memasak.
Pada awalnya, masakannya terasa aneh dan hambar. Bahkan tangannya harus tergores
oleh pisau dan juga terkena minyak panas. Tetapi Jaehwan terus mencoba. Itu
semua agar Yunhee bisa makan dengan enak.
“Ayah.”, panggil Yunhee pada Jaehwan yang sedang
menata makanan. Anak itu sudah rapi dengan seragamnya.
“Uh? Kau sudah selesai? Sini ayah kepang rambutmu.
Sambil ayah menata rambutmu, kau makan dulu ya. Kau tau ‘kan jika masakan ayah
itu sangat lezat?”, ujar Jaehwan. Ia mulai mengepang rambut anaknya, hal yang
dulu ia pelajari. Saat pertama kali menata rambut Yunhee, hasilnya sangat buruk.
Kuncirannya berantakan dan tidak sejajar, itu membuat Yunhee menangis dan tidak
mau berangkat sekolah.
“Nah, sudah selesai. Ayah ke kamar mandi dulu ya, lalu
ayah akan berpakaian rapi dan wangi. Ayahmu ini akan menjadi tampan seperti
pangeran. Selamat makan, Yunhee!”, Jaehwan melangkahkan kakinya menuju kamar
mandi. Menyikat gigi dan membasuh mukanya, tidak ada waktu untuk mandi. Setelah
itu ia merangkap T-shirtnya dengan jas bewarna tan. Jaehwan menyisir rambutnya
dan memakai arlojinya. Kini ia terlihat rapi dan tampan.
Jaehwan keluar dari kamarnya. Ia menghampiri Yunhee
yang sedang memakai sepatu. Jaehwan juga mengikuti Yunhee, ia memakai
sepatunya.
“Apakah ayah tidak makan?”, tanya Yunhee pada ayahnya.
Jaehwan hanya menggeleng.
“Ayah tidak lapar, sayang. Ini sudah hampir pukul 8.
Ayo kita berangkat! Jangan sampai terlambat! Ingat Yunhee, kau harus
disiplin!”, jawab Jaehwan. Ia berbohong. Jaehwan lapar, sangat lapar. Sejak
kemarin pagi perutnya belum terisi apapun kecuali air yang ia minum semalam.
Jaehwan berpikir ia bisa makan setelah acara kelulusan anaknya usai.
Akhirnya ayah dan anak itu pergi bersama menggunakan
mobil.
**
“Yunhee, apakah kau datang dengan ayahmu yang aneh
itu? Haha, anak kesayangan!”, ujar Sunmi, teman sekelas Yunhee. Sunmi adalah
orang pertama yang menyebabkan Yunhee diejek teman sekelasnya, kecuali Hyemi
sahabatnya. Hyemi selalu menemani Yunhee saat disekolahan.
“Kenapa kau tak pernah puas mengganggu Yunhee sih!?
Apa sebenarnya masalahmu?”, tanya Hyemi kesal. Ia menegur Sunmi yang selalu
mengolok-olok Yunhee. Hyemi geram, memangnya apa salahnya memiliki ayah seperti
Jaehwan? Toh Jaehwan tidak memukuli Yunhee, Jaehwan hanya memeluk dan mencium
pipi Yunhee. Lalu dimana salahnya?
“Sudahlah Hyemi. Sunmi benar. Ayahku memang aneh.
Tidak seperti ayahmu. Paman Taekwoon adalah orang yang normal.”, ujar Yunhee
pada Hyemi. Hyemi pun terdiam. Ini yang ia tidak sukai dari Yunhee. Ada banyak
anak yang menginginkan kasih sayang lebih dari orang tuanya, termasuk Hyemi.
Seharusnya Yunhee bersyukur memiliki ayah seperti Jaehwan, ayah yang penyayang
dan mau membatalkan meetingnya demi Yunhee seorang.
“Baiklah. Dimana ayahmu?”, tanya Hyemi pada Yunhee.
“Dia duduk disamping ayahmu.”, jawab Yunhee datar.
Acara sudah hampir berakhir. Pengumuman peringkat
kelas akan diumumkan sebentar lagi. Jaehwan tersenyum, ia yakin anaknya pasti
akan menjadi juara kelas.
“Peringkat pertama tahun ini adalah… LEE YUNHEE!
Yunhee beserta walinya silahkan maju.”, Senyum Jaehwan semakin mengembang.
Entah mengapa ia tidak bisa mengontrol emosinya. Ia ingin sekali menangis. Ia
tidak menyangka Yunhee akan menjadi anak yang sangat cerdas walaupun selama ini
Jaehwan selalu sibuk dengan pekerjaannya.
Jaehwan pun maju dan naik ke atas panggung. Ia
menemani anaknya menerima piala. Seketika Jaehwan memeluk anaknya sambil
menangis. Itu membuat Yunhee terkejut sekaligus malu. Pasti teman-temannya akan
mengejeknya setelah ini.
“Terima kasih, Yunhee! Ayah sangat berterima kasih!”,
ujar Jaehwan dengan suara bergetarnya dan parahnya suaranya terdengar keras.
Orang-orang pasti mendengarnya.
Jaehwan melepas pelukannya. Ia kembali ketempat
duduknya, dan Yunhee juga kembali ketempat duduknya. Yunhee terlihat sangat
kesal.
“Terima kasih, Yunhee! Ayah sangat berterima kasih!
Kaulah anak ayah yang paling lucu.”, ujar Dongsu mengejek Yunhee, disusul oleh
teman-temannya yang lain. Mereka menertawakan Jaehwan.
“Ayahmu cengeng sekali! Apakah dia juga menangis saat
kau sulit buang air?”, remeh Sunmi. Semua olokan teman-temannya membuat telinga
Yunhee panas. Teman-temannya semakin mengolok-oloknya. Walaupun suara mereka
direndahkan agar tidak bisa didengar orang lain tetapi Yunhee masih bisa
mendengarkannya. Airmatanya menetes. Ia ingin sekali meledak.
“Jangan dengarkan, Yunhee. Apa karena hal sekecil ini
kau menjadi lemah?”, tanya Hyemi pada Yunhee. Ia menasehati Yunhee yang
menangis diam. Ia tak habis pikir dengan Yunhee, ini adalah masalah kecil.
Memangnya apa salah jika seorang ayah memberi kasih sayang pada anaknya didepan
umum? Itu hal sepele. Tetapi bagi Yunhee, teman-temannya menghancurkan harga
dirinya dan itu semua karena ayahnya.
**
Sekarang Yunhee sedang menangis dikamarnya. Ia
mengunci kamarnya. Jaehwan terus bertanya pada Yunhee. Apa yang sebenarnya
terjadi pada anaknya itu, tetapi Yunhee tidak menjawabnya. Tadi, sewaktu
perjalanan pulang Yunhee menangis dan menolak Jaehwan yang mengajaknya ke taman
hiburan. Jaehwan yang tak tau apa yang terjadi hanya bingung dengan anaknya
itu.
“Lee Yunhee, sayangku, ayolah. Apa yang terjadi,
Sayang? Apa ayah membuat kesalahan?”, tanya Jaehwan pada Yunhee. Entah ini
keberapa kalinya ia bertanya. Jaehwan bertanya dari luar kamar Yunhee.
Telinganya didekatkan ke pintu kamar Yunhee, bertujuan untuk mendengar apa yang
diucapkan gadis kecilnya itu.
“IYA KAU MEMBUAT KESALAHAN! INI SEMUA SALAHMU!
SEHARUSNYA KAU BISA NORMAL SEPERTI AYAH YANG LAIN! SEHARUSNYA KAU TIDAK MENANDA
TANGANI SURAT CERAI ITU! SEHARUSNYA KAU TIDAK BERSIFAT BODOH DAN MEMBUATKU
MUAK! AKU MEMBENCIMU!”, teriak Yunhee dalam kamarnya. Teriakan Yunhee itu mudah
didengar oleh Jaehwan. Sangat mudah. Jaehwan menyesal mendekatkan telinganya
dipintu kamar Yunhee. Entah mengapa Jaehwan ingin telinganya berubah menjadi
tuli sekarang juga, tidak, ia ingin telinganya tuli sebelum Yunhee mengucapkan
kalimatnya tadi.
Kini Jaehwan mengerti mengapa putrinya bersifat dingin
padanya. Jadi selama ini ia begitu menyebalkan? Yunmi benar, Jaehwan hanyalah
lelaki yang tidak bisa memperlakukan seseorang dengan baik. Bahkan pada anaknya
sendiri, Jaehwan menjadi sosok menyebalkan yang mengganggu anaknya. Seharusnya
saat itu Jaehwan tidak perlu memaksa Yunmi agar ia bisa mengasuh Yunhee.
Seharusnya ia membiarkan Yunhee bahagia dengan hidup bersama ibunya.
“Ayah… minta maaf.”, ucap Jaehwan. Ini adalah ucapan
terpendeknya. Selama ini ia selalu berkata panjang lebar. Dan sekarang ia
mengerti, anaknya membenci dirinya yang cerewet. Tidak, anaknya memang
membencinya, membencinya apapun itu jenis Lee Jaehwan.
**
“Yunmi, jika kau mau mengasuh Yunhee… silahkan saja.
Aku yakin Yunhee pasti senang tinggal bersamamu dan suamimu.”, ujar Jaehwan
tidak bersemangat. Setelah menangis selama 2 jam karena ucapan Yunhee, Jaehwan
memutuskan menghubungi Yunmi dan untungnya gadis itu bersedia bertemu
dengannya.
“Apakah terjadi sesuatu?”, tanya Yunmi dengan wajah
khawatirnya. Bagaimana tidak? Jaehwan sangat menyayangi Yunhee, dan tidak
mungkin lelaki itu mau melepas Yunhee. Bukankah dulu ia sangat senang ketika
Yunmi mengizinkannya mengasuh Yunhee? Bukankah lelaki itu memohon-mohon dengan
sangat pada Yunmi? Kenapa sekarang Jaehwan ingin melepaskan Yunhee begitu saja?
“Kau benar Yunmi, aku lelaki yang menyebalkan. Aku
tidak bisa memperlakukan seseorang dengan baik, bahkan anakku sendiri. Yunhee
membenciku dan itu semua karena kesalahanku.”, jawab Jaehwan. Kini Yunmi mulai
mengerti. Gadis itu menepuk punggung Jaehwan dengan pelan.
“Aku tau kau mengurusnya dengan baik, Jaehwan. Kau
ayah yang baik. Yunhee hanya tidak bisa menerima kasih sayangmu. Jaehwan, kau
kawan terbaik yang kumiliki. Mungkin ada beberapa saat dimana aku membencimu,
tetapi pada akhirnya aku kembali berbaikan denganmu. Kurasa Yunhee juga
begitu.”, jelas Yunmi pada Jaehwan. Berteman dengan Jaehwan sejak kecil
benar-benar membuatnya mengerti bagaimana seorang Lee Jaehwan. Lelaki yang
sangat baik, hanya saja tidak peka dengan sekitarnya.
“Lusa aku akan menemui Yunhee. Kau ajak dia ke kafe
tempat kau bekerja dulu ya?”, lanjut Yunmi. Gadis itu bersiap pergi
meninggalkan Jaehwan.
“Sampai jumpa, Jaehwan.”
**
Jaehwan pulang kerumahnya. Sebelumnya ia makan di
kedai mi ramyun. Makan mi bukanlah hal yang baik, apalagi Jaehwan sudah tidak
makan selama sehari penuh. Perutnya pasti akan terasa perih. Tetapi Jaehwan tak
peduli. Diperjalanan, Jaehwan membelikan pizza keju untuk Yunhee. Pizza keju
adalah kesukaan anaknya. Jika lusa Yunmi akan mengambil Yunhee, maka setidaknya
izinkan Jaehwan memberikan kesan baik pada Yunhee.
Jaehwan masuk kerumahnya. Kamar Yunhee masih tertutup,
Jaehwan menghela nafasnya. Ia membereskan tas dan piala Yunhee yang tercecer
dilantai, beberapa buku juga keluar dari tasnya. Jaehwan memunguti buku-buku
itu sambil menangis. Ia membaca tulisan Yunhee yang sangat rapi, dan juga nilai
sempurna dikertas ulangannya.
Jaehwan meletakan barang Yunhee dimeja. Ia tersenyum
simpul melihat barang-barang bewarna biru milik anaknya itu. Jaehwan selalu
membelikan barang bewarna pink pada Yunhee, tapi anaknya itu akan protes
padanya. Dan Yunhee akan berkata jika warna biru lebih indah dari warna pink.
Mengingat kejadian dimana Yunhee protes kepadanya itu
membuat Jaehwan senang. Cara protes Yunhee sangat lucu, anaknya akan memajukan
bibirnya kedepan saat ia protes dan kesal. Entah kapan lagi Jaehwan bisa
melihat hal seperti itu.
Lelaki itu menghampiri pintu kamar anaknya.
“Yunhee, jji…jika kau ingin ma…kan. Ada pizza dimeja
dapur.”, ujar Jaehwan bergetar. Ia menangis lagi. Entahlah, Jaehwan sangat
sedih hari ini. Ia kembali berkata singkat.
Setelah mengatakan itu, Jaehwan pergi ke kamarnya.
Yunmi pernah bilang padanya, jika merasa sedih, lebih baik menangis jika itu
memang dibutuhkan. Dan sekarang Jaehwan butuh waktu untuk menumpahkan
airmatanya.
Sementara didalam kamar, Yunhee mendengar suara
ayahnya. Suara bergetar itu berarti ayahnya sedang menangis. Yunhee menjadi
merasa bersalah pada ayahnya. Tetapi menurut Yunhee itu semua benar untuk
dilakukannya. Ayahnya harus mengerti bahwa ia bukan badut yang selalu melawak
tanpa mengetahui situasi. Jaehwan harus normal dan tidak bertingkah seperti
badut yang akan mempermalukan Yunhee.
**
Pagi hari, Jaehwan memasak didapur. Ia melihat kotak
pizza sudah tidak ada. Itu berarti Yunhee sudah memakannya. Perasaan senang ada
dihati Jaehwan, setidaknya ia tenang, Yunhee sudah makan.
Kini Jaehwan memasak ayam goreng yang disukai Yunhee.
Ia memasak ayam goreng itu dengan perasaan sedih. Saat ia memasak ayam goreng
untuk pertama kali, tangannya melepuh karena merasakan panas dari minyak
goreng. Tetapi sekarang Jaehwan sudah mahir, dan ia tidak takut dengan minyak
yang akan menyerangnya sewaktu-waktu.
Cklek
Pintu kamar Yunhee terbuka. Yunhee keluar dari
kamarnya. Ia melihat ayahnya yang juga sedang menatapnya.
“Ah, Yunhee, makanlah. Ayah ingin bersiap kekantor.”,
ujar Jaehwan. Entah sejak kapan lelaki itu menjadi canggung dengan anaknya
sendiri. Yunhee mengangguk, ia sempat melihat wajah ayahnya. Ada lingkar hitam
dibawah mata ayahnya. Apakah semalaman ayah menangis? Itu membuat Yunhee
semakin merasa bersalah.
Yunhee makan dalam diam. Ia berpikir. Apakah sebaiknya
ia meminta maaf pada ayahnya? Tetapi Yunhee tidak tau bagaimana caranya. Yunhee
berpikir jika ia sudah menyakiti ayahnya. Bagaimana jika ayahnya tidak mau
memaafkannya?
Piring Yunhee sudah bersih. Tetapi ia masih terdiam
dikursi makannya. Ia terus merasa bersalah pada ayahnya. Apa yang harus ia
lakukan?
“Yunhee, ayah pergi bekerja. Terus berada dirumah
sampai ayah pulang. Ayah men…cintaimu.”, pamit Jaehwan. Wajahnya hampir
menjangkau pipi Yunhee, tetapi lelaki itu membatalkan niatnya untuk mencium
pipi anaknya. Jaehwan pun menegakan kembali badannya. Ia beralih mengacak pelan
rambut Yunhee. Bukan ini yang Jaehwan lakukan ketika berpamitan, ia akan
mencium pipi anaknya dan memeluk anaknya erat-erat. Tetapi sekarang Jaehwan ia
tak melakukannya.
Jaehwan tersenyum simpul pada anaknya, bukan senyum
lebar yang biasa ia tunjukan. Jaehwan hanya melambaikan tangannya sebelum ia
benar-benar keluar dari rumahnya, bukannya goodbye kiss dengan ekspresi genit
yang sering ia lakukan. Jaehwan mengubah semua kebiasaannya.
“Ayah berubah? Tapi…”, Yunhee seharusnya senang karena
ayahnya sudah bersikap normal. Tetapi entah mengapa ia justru merasa sedih.
Wajah sedih ayahnya selalu nampak disetiap pergerakkannya. Apalagi saat ayahnya
membatalkan niatnya untuk mencium pipi Yunhee. Itu membuat Yunhee sedih dan
merasa aneh. Seperti… ada yang hilang.
**
Siang sudah berganti malam. Jaehwan pulang kerumahnya.
Ia melihat Yunhee yang sedang menonton TV. Jaehwan pun duduk disebelah Yunhee
yang sedang melihat acara musik kesukaannya.
“Besok kau akan menemui Ibumu. Ayah ingin berbicara
padamu, mungkin saja kau akan diasuh oleh ibumu setelah itu. Jadi… bisakah kita
bermain PS untuk terakhir kalinya? Ah tidak. Jika kau bertemu denganku kita
bisa bermain PS lagi.”, jelas Jaehwan. Wajahnya terlihat seperi orang yang
ingin menangis. Yunhee hanya melihat ayahnya dengan wajah sedihnya.
“Terakhir kali kita bermain PS bersama itu kapan ya?
Bulan lalu? Iya! Bulan lalu. Jadi sekarang ayo kita bermain lagi!”, seru
Jaehwan. Ia memasang PS 3 miliknya. Walaupun terlihat jelas bahwa ia sedang
menangis. Yunhee juga ikut menangis melihat Jaehwan.
“Hey, kenapa kau menangis juga. Ibumu akan tinggal
bersamamu dan ayahmu yang baru, dia pasti sangat menyenangkan.”, ujar Jaehwan
sambil menekan tombol start. Permainan dimulai. Jaehwan bermain sambil
menangis, begitu juga Yunhee. Ia senang, tetapi rasa senang itu membuatnya
merasa sakit. Isakan ayahnya semakin membuatnya sakit.
Jaehwan dan Yunhee terus bermain sampai pukul 1 malam.
Bahkan sampai saat ini mereka masih menangis.
“Yun… Yunhee, tangan ay…ayah pegal. Sebaiknya kita
akhiri permainannya ya.”, ujar Jaehwan. Ia mencabut PSnya dan berjalan
meninggalkan Yunhee menuju kamarnya. Jaehwan melihat foto-foto Yunhee yang ada
dikamarnya. Ia menangis dalam diam, isakan pelannya seolah tidak ingin
diketahui oleh telinga Yunhee.
Sementara Yunhee juga menangis dikamarnya. Ia ingin
tinggal dengan ibunya, tetapi ia tidak rela berpisah dengan ayahnya. Ia
menangis mengingat semua kejadian yang ia lalui bersama ayahnya.
Dimalam yang sepi, dua orang sedang menangis ditempat
yang berbeda.
**
Pukul sembilan pagi. Jaehwan mengendarai mobilnya. Ia
mengantarkan anaknya ke Ibunya. Ia menuju kafe tempat dimana ia bekerja dulu.
Tempat dimana ibu Yunhee meminta tolong padanya. Tempat yang mempertemukan
Jaehwan dengan Yunhee yang masih berbentuk janin.
Sesampainya di kafe Jaehwan menggandeng tanga Yunhee.
Ditangan satunya terdapat perlengkapan Yunhee, karena setelah ini Yunhee akan
tinggal bersama ibunya.
“Yunhee, jika kau merindukan ayah, kau bisa menelpon
ayah kapanpun. Jika kau ingin, kita juga bisa bertemu.”, ujar Jaehwan. Ia tidak
menangis lagi, ia sudah berjanji pada dirinya. Ini semua demi kebaikan Yunhee.
Jaehwan tidak mau memaksa Yunhee untuk tinggal bersamanya dan merasa tidak
nyaman.
“Yunhee, ayah mencintaimu. Pergilah temui ibumu.”,
titah Jaehwan. Yunhee menuruti ayahnya. Ia menghampiri ibunya, sementara
Jaehwan tersenyum simpul pada Yunmi. Matanya mengisyaratkan agar Yunmi menjaga
Yunhee baik-baik. Dengan berat, Jaehwan pulang kerumahnya.
**
2 minggu telah berlalu. Itu adalah masa-masa sulit
bagi Jaehwan. Sekarang ia mudah merasa tertekan dengan pekerjaannya, apalagi
saham perusahaannya sedang menurun. Jaehwan tak tau apa yang harus ia perbuat.
Tidak ada Yunhee sebagai penyemangatnya. Bahkan Jaehwan berpikir, seandainya ia jatuh miskin, ia rela.
Sekarang Jaehwan bukanlah Jaehwan yang sebenarnya. Ia
Jaehwan yang sangat berantakan. Tidak memperdulikan kondisi rumahnya, selalu
terlambat makan, dan selalu tidur jika tidak ada yang harus ia kerjakan.
Jaehwan terlalu malas untuk menggerakan tubuhnya. Ia sudah kehilangan tujuan
hidupnya. Alasan Jaehwan hidup selama ini yaitu Yunhee. Tetapi Yunhee sudah
pergi dari kehidupannya.
Sementara kehidupan Jaehwan yang menjadi berantakan,
kehidupan Yunhee menjadi lebih baik. Ia memiliki ayah yang normal. Kakak lelaki
yang selalu menemaninya bermain dan juga ibunya. Semua itu yang Yunhee
inginkan. Tetapi tetap saja perasaannya tidak pernah terasa senang sepenuhnya.
Cerita dari ibunya selalu terngiang di kepalanya.
_Flashback_
“Apakah keputusan meninggalkan ayahmu itu sudah
tepat?”, tanya Yunmi meyakinkan anaknya. Ia bertanya dengan wajah khawatirnya.
Ia menanyakan itu karena wajah Yunhee tidak terlihat senang sepenuhnya saat
bertemu dengannya.
“Ya…”, jawab Yunhee lemah sembari menganggukan
kepalanya. Terlihat jelas jika Yunhee sedang berbohong.
“Mau dengar cerita tentang ayahmu?”, tanya Yunmi pada
anaknya. Yunhee pun mendongakan wajahnya, ia menatap Yunmi. Wajahnya
menggambarkan jika ia ingin tau tentang ayahnya. Selama ini ia tidak pernah
mendengar kisah hidup tentang ayahnya. Dan jika ada orang yang mau
menceritakannya, Yunhee akan mendengarkannya dengan baik.
“Dulu saat ibu berumur 20 tahun, ada mimpi buruk yang
menghantui hidup ibu. Ibu menjumpai ayahmu ditempat ini. Saat itu ia adalah
seorang penyanyi di kafe ini. Suaranya sangat merdu, dan ia juga sudah memiliki
beberapa fans.”, jelas Yunmi. Ia menghela nafasnya sebentar.
“Ibu meminta tolong pada ayahmu, dan tanpa pertanyaan apapun
ayahmu menolong ibu. Ia menikah dengan ibu, dan kau lahir. Kau tau betapa
senangnya dia? Wajahnya terlihat seperti orang idiot yang terlahir kembali
kedunia.”, lanjut Yunmi sambil tersenyum. Ia mengingat ekspresi Jaehwan yang
entah bagaimana itu. Terlihat sangat senang dan terharu. Ekspresinya mirip
seperti orang idiot.
“Ayahmu sangat menyayangimu, ia selalu menyanyi
untukmu dan ia terus bekerja keras. Dan akhirnya ia berhasil, ia membangun
perusahaan yang sukses sekarang. Semua kerja kerasnya hanya untukmu. Dan ibu
merasa… ibu sudah tidak cocok dengan ayahmu, lalu kami berpisah.” Terlihat jelas ekspresi menyesal milik Yunmi yang sekarang terpampang diwajahnya. Ia menyesap capuccinonya lalu menundukan kepalanya.
“Ibu sangat menyesal telah meneriaki ayahmu dan juga
mencacinya. Tetapi dengan baiknya, ayahmu berkata itu tidak apa-apa. Dia bilang
jika ibu boleh memakinya kapan saja.”, sekarang Yunmi tertawa. Airmatanya serasa
ingin turun. Lelucon Jaehwan membuatnya terharu. Mana mungkin ada orang yang
mau dimaki seumur hidupnya? Dan satu-satunya orang yang mau hanyalah Lee
Jaehwan, dengan tingkah konyolnya.
“Itu bukan bagian terpentingnya. Jika kau ingin tau,
ibu akan memberitahumu, tetapi tidak untuk sekarang.”
_Flashback end_
Yunhee mengingat semua cerita itu. Yang paling
membuatnya tersentuh adalah saat ibunya menceritakan jika ayahnya bekerja keras
hanya untuknya, hanya untuk Yunhee seorang.
Tetapi… rasa penasaran anak itu belum terbayar. Itu
karena ibunya belum menceritakan bagian terpenting dari kisah hidup ayahnya.
Yunhee dibuat penasaran setengah mati. Yunhee ingin bertanya, tetapi bagaimana
jika ibunya tidak mau menjawab.
Hari ini adalah puncak dari rasa penasarannya yang
selalu ia tahan. Ia berniat menghampiri ibunya yang sedang merangkai bunga
ditaman rumah. Yunhee ingin menanyakan bagian terpentingnya.
“Ibu, bisa kau beritahu aku tentang bagian
terpentingnya?”, tanya Yunhee tanpa basa-basi. Anak itu memang tidak suka
basa-basi. Menurutnya itu hanya membuang-buang waktu.
“Kau sangat penasaran?”, tanya Yunmi pada anaknya.
Yunhee mengangguk menjawab pertanyaan ibunya.
“Lee Jaehwan bukan ayah kandungmu.”, ujar Ibu Yunhee. Ia
mengatakan itu dengan ringan, walau wajahnya menampakan sedikit kekhawatiran.
“Apa maksudnya?”, kini Yunhee bertanya. Ia tidak
percaya dengan perkataan ibunya. Bisa saja ibunya berbohong.
“Seseorang telah melecehkan ibu, dan Jaehwan menolong
ibu dengan cara menikah dengan ibu dan mengakuimu sebagai anaknya. Yunhee, kau
bisa bayangkan betapa baiknya dia. Itulah yang membuat ibu selalu menyesal
ketika selesai bertengkar dengannya.” Jelas Yunmi, ia ingat saat ia menyesal ketika ia bertengkar dengan sahabatnya itu. Padahal, Yunmi dulu yang membuat masalah dan masalah itu membuat ia dengan Jaehwan bertengkar, tetapi Yunmi juga yang lebih dulu meminta maaf. Persahabatan mereka benar-benar unik.
“Lee Jaehwan sangat mencintaimu, Lee Yunhee. Lebih
dari apapun yang ada didunia ini. Ia rela mengorbankan tangannya yang tergores
ataupun terkena minyak panas demi memasakanmu makanan yang lezat, ia rela
bekerja keras demi dirimu dan bahkan ia rela menukarkan nyawanya untuk nyawamu.
Dia bukan ayah kandungmu, tetapi ia lebih baik dari ayah kandungmu.”, cerita
Yunhee dengan airmata yang menggenang dipipinya. Mengingat perjuangan Lee
Jaehwan untuk Lee Yunhee membuatnya terharu.
“Yunhee, tidak sepantasnya kau marah pada Jaehwan. Dia
menganggapmu sebagai hidupnya, dan sekarang kau meninggalkannya. Itu tidak
boleh kau lakukan, kau bisa bayangkan seberapa hancurnya dia.”, Nasehat Yunmi
pada anaknya. Ia meremas lembut bahu Yunhee. Anaknya sedang menangis.
“Ibu, aku ingin kembali pada ayah.”
**
Ding! Dong!
Yunmi memencet bel beberapa kali. Setelah 2 menit
menunggu didepan pintu, akhirnya ia melihat sang pemilik rumah keluar dengan
wajah kusutnya. Ekspresi bingungnya semakin memperparah keadaannya. Melihat
mantan istrinya datang bersama anaknya. Apa yang terjadi?
“Kenapa kalian datang kesini?”, tanya Jaehwan bingung.
Celana pendek dan T-shirt yang ia kenakan terlihat begitu lusuh, serasi dengan
wajahnya yang kusut.
“CK! Lihat keadaanmu! Anakmu kembali, urus dia
baik-baik. Jangan sampai ia sakit karena tinggal dirumah kotormu itu!”, omel
Yunmi pada Jaehwan. Perkataannya tadi membuat Jaehwan membelalakan matanya.
Yunhee akan kembali? Apa yang terjadi?
“Aku pulang dulu ya. Sampai jumpa, Jaehwan. Jaga
Yunhee baik-baik.”, lanjut Yunmi seraya kembali kemobilnya. Ia mengendarai
mobilnya menuju rumahnya.
“Yunhee?”, tanya Jaehwan. Seketika Yunhee memeluk
Jaehwan yang berdiri didepannya. Airmatanya menggenang. Meluapkan kerinduannya
selama ini. Meninggalkan ayahnya adalah sebuah kesalahan. Karena pada
kenyataannya, Yunhee tidak bisa meninggalkan ayahnya, walaupun ayahnya itu
sangat menyebalkan.
“Maafkan aku, Ayah.
Jadilah ayahku yang seperti biasanya. Aku tak akan malu dan marah lagi”, ujar
Yunhee dipelukan ayahnya. Jaehwan tersenyum senang sambil menitikkan
airmatanya. Ia sangat bahagia, malaikatnya telah kembali. Hidupnya telah
kembali. Sekarang Jaehwan kembali memiliki alasan untuk bertahan hidup.
Semenjak saat itu Yunhee dan ayahnya menjadi sangat
akur. Mereka sering bercanda dan pergi berjalan-jalan saat akhir pekan tiba.
Yunhee tidak pernah malu lagi saat ayahnya mencium pipinya, bahkan gadis itu
membalas kecupan dipipi ayahnya.
Waktu berlalu dan semuanya menjadi sangat indah.
Yunhee bersyukur mempunyai ayah seperti Lee Jaehwan dan Jaehwan bersyukur
memiliki malaikat seperti Yunhee.
****
THE END
Ini Ken Version. Gimana? Gaje? Maaf!
Saya akan terus membuat Father' Stories milik VIXX.
Buat BTS juga ada Project series.
Annyeong~
Komentar
Posting Komentar